Sebagai penikmat film, dunia belakang layar ataupun di dalam layar memiliki ketertarikan tersendiri bagiku, khususnya film yang menyajikan kisah yang sentimentil, mampu membuatku jatuh cinta kepada para tokohnya, menyebabkan hatiku merasakan gembira-sedih-terharu, kemudian seringkali membuatku tanpa sadar meneteskan air mata ketika sedang menyaksikan adegan per-adegannya.
Ekspektasiku pada film yang aku tonton dengan harapan yang terlalu tinggi kadangkala membuatku kecewa ketika melihat para pemainnya terlalu berlebihan dalam memainkan peranannya, menurutku yang lebih menyukai Silent Acting (kebetulan aku baru mengetahui istilah tersebut dari Abah Zulhamdani pada Workshop yang baru saja aku ikuti, akan aku bahas kemudian ya).
Yaa, aku yang sangat menyukai sad movies, romantic movies, selalu berharap bahwa pemainnya mampu membawaku turut merasakan apa yang mereka alami hanya melalui mimik wajah, dialog sederhana (tapi memiliki makna mendalam) dan alur cerita, tanpa perlu acting yang ‘lebay’ seperti marah teriak-teriak, menangis teriak-teriak (meraung-raung), bahkan adegan komedi yang harus meng-konyolkan diri sendiri dengan harapan penonton merasa bahwa mereka lucu tapi kenyataannya tak ada penonton yang tertawa ketika melihatnya melainkan sebaliknya yaitu mereka sibuk menertawakan diri sendiri di atas panggung atau di layar kaca/lebar.
Rasa penasaran itulah yang mengantarku nekad mengikuti audisi pemain film yang diadakan oleh Rudi Soedjarwo pada tahun 2008, kala itu aku masih merupakan Customer Service di salah satu perusahaan provider telekomunikasi yang kantornya tidak jauh dari lokasi audisi. Kantorku di Ruko Bandar dan audisinya diadakan di salah satu kafe di belakang Ruko Bandar. Salah satu jurinya adalah Connie Constantia.
Ternyata dunia akting tidak sesederhana yang aku bayangkan, meski kertas berisi dialog yang harus kami peragakan sudah dibagikan terlebih dahulu.
Bayangkan saja, kita berada di atas panggung seorang diri untuk memperagakan dialog yang telah dibagikan, sementara 3 juri berada di bawah panggung, sedang menyaksikan akting kita dengan karakternya masing-masing, apalagi melihat wajah Bu Connie yang tampak ‘jutek’ dan tidak tahu-tahu (dari mimik wajahnya seperti seorang yang melihat sekilas dan berkata dalam hati bahwa “Ah dia pasti tidak bisa”) ketika itu, hahahaaa, ini anggapanku semata, karena rasa grogi itu sama sekali belum bisa aku sisihkan dari ingatan. Sudah seperti ‘sidang perceraian’, eh … lupakan, waktu itu aku masih lajang, hampir 12 tahun yang lalu.
Sayang sekali ketika itu tidak difoto sebagai kenang-kenangan, dan aku mencari di google pun tidak menemukan foto-foto pada moment tersebut, mungkin memang pada jaman itu netizen belum seperti masa sekarang yang suka memotret lalu menyebarkannya ke sosial media, serta wartawan online juga belum sebanyak sekarang, heheheee. Kamu yang pernah ikut audisi tersebut, mungkin pernah lihat aku, waktu itu rambutku pendek di atas bahu kalau tidak salah.
Kami juga sempat dibagikan baju kaos bergambar karikatur Rudi Soedjarwo di bagian depan, tapi entah kemana sudah itu baju. Karena malu maksimal, dulu aku malas sekali melihat baju kaos tersebut, sekarang baru menyesal karena itu dapat menjadi bukti bahwa aku sempat kepedean meski berakhir sebagai kekonyolan. Hahahaa …
Tidak semudah itu kawan, untuk terjun ke dunia akting kamu harus punya mental yang kuat. Begitu juga tim di balik layar yang menunjang kesempurnaan sebuah film itu sendiri. Setidaknya itu akhirnya kami rasakan pada saat workshop diminta untuk membuat film pendek berdurasi 1 menit saja.
Satu scene saja butuh berulang kali take, ya dari kesuksesan Camera Man mengambil gambar, sutradara dan pemain yang mampu berkolaborasi dengan baik, belum lagi proses sound dan editing-nya, duh … orang biasa melihatnya ‘ribet’.
Nah di sini aku ingin berbagi ilmu yang sudah sempat aku dapatkan selama workshop, semoga bisa memotivasi kalian, bukan malah menyurutkan nyali ya? Oops!
Menulis Film Pendek merupakan representasi dari Filmmaker dalam menciptakan gaya kesenian secara idealis, ekspresif, dan artistik.
Ada beberapa tahapan dalam menulis skenario sebuah film (Writing Script), yaitu:
– Ide Pokok
– Tema
– Basic Story
– Sinopsis
– Treatment
– Skenario
Dalam menulis film pendek, yang pertama harus terlintas adalah ide pokok.
Ide pokok itu adalah gambaran awal dari premis yang ingin dicapai, isinya berupa kunci dari sebuah film, begitu menurut Bang Romie.
Contoh:
Sepasang suami dan istri miskin yang mempertahankan harga dirinya.
Setelah itu barulah menentukan Tema.
Nah tema ini adalah yang mendasari dari kisah tersebut, dimana sebagai kelanjutan dari penjelasan ide pokok, yaitu menjadi kunci dari pengembangan sebuah cerita agar mulai terbentuk sebuah makna dalam ide pokok.
Contoh:
Sepasang suami dan istri miskin yang mempertahankan harga dirinya yang telah diinjak-injak oleh orang-orang yang memiliki kuasa atas harga diri mereka.
Setelah mengetahui tema dan ide pokok, mulai menyusun cerita, diawali dari yang dasar saja dahulu yaitu Basic Story, dimana cerita sudah meliputi tentang tempat dan periode waktu dalam cerita, munculnya tokoh utama serta tokoh-tokoh yang lainnya, konflik, klimaks, dan penyelesaian masalah.
Contoh:
Desa Ginuk 2012, sepasang suami istri miskin bernama Tarsono (38 tahun) dan Triyani (24 tahun) harus menjalani hidupnya yang semakin perih. Diawali dari rumahnya yang dibakar oleh seorang pemborong bernama Suryadi (50 tahun), sampai ditolong oleh seorang rentenir bernama Surip (45 tahun).
Tarsono dan Triyani tinggal di rumah Surip. Awalnya kebaikan Surip diterima baik oleh Tarsono. Kekacauan mulai terjadi ketika Surip ternyata diam-diam mengintip Triyani yang sedang mandi, lalu sampai pada titik yang paling mengerikan yaitu memperkosa Triyani. Demi mempertahankan harga dirinya, Triyani menutupi itu semua dan mengajak Tarsono pergi dari rumah tersebut malam itu juga.
Di sebuah ladang, Triyani menceritakan ia mendengar Surip dan anak buahnya yaitu Kentir (35 tahun) lah yang membakar rumah mereka atas suruhan Suryadi. Tarsono pamit mencari makan untuk istrinya. Rupanya Tarsono pergi kembali ke rumah Surip dan segera membunuh Surip. Setelah Surip meninggal, Tarsono pergi kembali pada Triyani dan mengajak Triyani segera pergi dari desa itu.
Dari Basic Story, kita sudah bisa menyusun Sinopsis cerita. Yang perlu teman-teman tahu bahwa Sinopsis itu bukanlah gambaran awal suatu peristiwa dalam sebuah Film, seperti yang biasa kita lihat ada pada web bioskop, melainkan justru rangkaian keseluruhan peristiwa dari awal hingga akhir.
Isinya berupa inti cerita, masalah, dan penyelesaiannya, karakter daripada tokoh, tempat dan waktu kejadian, pokok pembicaraan.
Contoh:
Desa Ginuk 2012, sepasang suami istri miskin bernama Tarsono (38 tahun) dan Triyani (24 tahun) harus menjalani hidupnya yang semakin perih. Tarsono adalah seorang pekerja serabutan, sedangkan istrinya hanyalah seorang buruh cuci keliling. Mereka berdua diminta Suryadi untuk segera pergi meninggalkan rumahnya yang akan dilalui pembangunan jalan tol. Tarsono menolak dan akhirnya Suryadi membakar habis rumah mereka.
Tarsono dan Triyani terpaksa menginap di bawah kolong jembatan malam itu. Paginya Tarsono pergi mencari pekerjaan agar mereka bisa makan hari itu. Di pasar, Tarsono bertemu Surip (45) yang ternyata adalah seorang rentenir. Dia menawarkan pekerjaan dan tempat tinggal pada Tarsono yang ditemuinya sedang mencari-cari pekerjaan.
Kekacauan mulai terjadi ketika Tarsono dan Triyani memutuskan untuk tinggal di rumah Surip. Harga diri mereka rupanya mulai diinjak-injak. Parahnya Triyani diperkosa Surip saat Tarsono sedang tidur. Cerita ini terkuak setelah Triyani mendengar bahwa yang membakar rumah mereka adalah Surip atas suruhan Suryadi.
Jika Sinopsis telah selesai dengan baik, maka penulis dapat mulai memaparkan Treatment.
Treatment sendiri mengandung pengertian sebagai sebuah kerangka cerita yang sifatnya berupa susunan penuturan skenario yang nantinya berisi tentang garis besar kejadian dalam film.
Contoh:
1. Ext. DEPAN RUMAH TARSONO – NIGHT.
Tarsono (38) dan Triyani (24) melihat rumahnya yang terbakar habis. Triyani menangis. Kita melihat biasan kobaran api di wajah mereka. Warga-warga berteriak menyerukan untuk segera memadamkan api. Tarsono dan Triyani akhirnya pergi dari rumah itu.
2. Ext. BAWAH KOLONG JEMBATAN – NIGHT.
Tarsono dan Triyani sementara tidur di kolong jembatan malam itu. Triyani sudah mereda. Tarsono hanya bisa memandang langit seakan tidak dapat berbuat apa-apa dengan hidupnya. Malam itu terdengar bisingan jalan di atas kolong jembatan yang begitu bising.
Yang terakhir adalah Skenario, yaitu tahapan tertinggi dari kepenulisan sebelum jadi berupa sebuah film.
Ketika kita membaca skenario, kita sudah bisa membayangkan runtutan peristiwa yang nantinya akan tayang berupa film karena sifat skenario itu sendiri adalah sakral dan filmis.
Treatment berkembang menjadi sebuah skenario yang sudah berisi dialog dan detail-detail dari setiap adegan para tokoh, mulai awal cerita sampai akhir sebuah cerita.
Contoh:
1. Ext. DEPAN RUMAH TARSONO – NIGHT.
Tarsono (38) dan Triyani (24) melihat rumahnya yang terbakar habis. Triyani menangis. Kita melihat biasan kobaran api di wajah mereka. Warga-warga berteriak menyerukan untuk segera memadamkan api.
SUARA WARGA 1 (O.S / OFF SCREEN)
Kebakaran … Kebakaran … !
SUARA WARGA 2 (O.S)
Air! Air! Ambil Air cepat1
Tarsono hanya bisa tegar melihat rumahnya habis dilalap ai. Tarsono dan Triyani akhirnya pergi dari desa itu.
2. Ext. BAWAH KOLONG JEMBATAN – NIGHT.
Tarsono dan Triyani sementara tidur di kolong jembatan malam itu. Triyani sudah mereda. Tarsono hanya bisa memandang langit seakan tidak dapat berbuat apa-apa dengan hidupnya.
TARSONO
De, besok kamu tunggu di sini dulu.
Mas mau cari kerja serabutan.
Biar kita bisa makan.
TRIYANI
Iyaa, Mas.
Malam itu terdengar bisingan jalan di atas kolong jembatan yang begitu bising.
Ada beberapa istilah dalam kepenulisan skenario di atas yang mungkin membuat kamu sedikit bingung misalnya Ext, dan sebagainya.
Ext itu merupakan singkatan dari Exterior dimana lokasinya berarti berada di luar ruangan, biasanya ditambahkan dengan keterangan DAY (siang hari) atau NIGHT (malam hari).
Kemudian ada juga istilah O.S atau Off Screen dimana maksudnya dialog tersebut merupakan suara latar dimana sorot kamera tetap pada wajah sang tokoh.
Jujur saja, sebagai penonton, bukan pembuat film, seringkali jika ada adegan para tokoh yang tidak sesuai dengan harapan, misalkan ‘ilmu selisih’, atau tayangan seseorang yang sedang menguping pembicaraan dua orang yang tengah berbisik sejauh 5 meter (misalnya), atau para tokohnya yang terkesan lebay dalam memainkan perannya, selalu condong menyalahkan sutradaranya.
“Sutradaranya bego banget sih?! Masa iya orang bisik-bisik bisa dia dengar dari jarak segitu?!”
Hahahaa … jujur loh ya?
Tapi setelah mengetahui tugas-tugas yang kian berat yang mereka pikul di pundak, semoga bisa merubah sedikit saja mindset kalian bahwa pekerjaan seorang sutradara maupun asisten sutradara bukan hal yang sederhana seperti anggapan kita selama ini.
Belum lagi beban batin yang ditanggung karena produser berkuasa terhadap kru, sedikit saja salah mereka akan kena teguran keras dari sang atasan tersebut, ditambah lagi cerita yang seharusnya bisa lebih baik tapi diwajibkan membatasi budget yang akan dikeluarkan.
Jadi Sutradara adalah penentu dan pencipta paling kompleks, yang mempertanggung-jawabkan sebuah film dari proses pra-produksi, produksi, hingga distribusi.
Semua aspek filmis yang sangat sakral berada di tangan seorang sutradara seperti konsep penyutradaraan berupa setting lokasi, property, kostum/wardrobe, make up/ tata rias, hingga pemain yang harus ditentukan dan dipilih secara matang.
Konsep Penyutradaraan adalah sebuah konsep yang membedahsegala aspek keinginan sutradara dalam memenuhi semua aspek dari skenario.
# Mise en Scene.
Konsep penyutradaraan yang pertama adalah Mise en Scene yang merupakan Bahasa Perancis, dimana artinya adalah menata dalam scene. Mulai dari menyutradarai pemain, pengaturan posisi-posisi kamera, pemilihan lensa. Ibarat kata panggung, segala aspek yang ada di atas panggung itulah yang disebut Mise en Scene.
# Lighting
Pengaturan cahaya dapat membantu penonton mengerti mood dari gambar dan relasinya dengan cerita dan penokohan. Misalnya saja film horor tidak akan terkesan seram jika cahayanya terlalu terang, biasanya dibuat redup cenderung gelap, diberikan efek lampu yang mati hidup, dan sebagainya.
# Kostum
Kostum yang dipakai oleh pemain dalam film merupakan bagian terpenting dalam pencapaian film itu sendiri. Melalui kostum kita bisa menyimpulkan status sosial sang tokoh dan latar belakang cerita atau menentukan genre film secara significant.
# Setting / Set / Lokasi
Setting merupakan lokasi-lokasi dalam cerita yang ada pada skenario.
Contoh:
Ext. KANTOR – DAY
Maksudnya adalah lokasinya di luar sebuah kantor pada siang hari.
# Blocking (Pengadeganan)
Blocking dalam sebuah film juga merupakan hal terpenting dimana merupakan sebuah kunci posisi seperti adegan A ke adegan B dan menuju adegan berikutnya berkesinambungan, sehingga penonton mampu paham dan mampu merasa dekat dengan tokoh sekaligus menjadi penjaga alur cerita supaya tetap masuk akal.
# Tone / Warna
Warna ini dibutuhkan sebagai pencapaian visual. Misalnya saja gambaran tentang dua sejoli yang sedang saling jatuh cinta, tidak akan tercapai jika warna yang diciptakan suram. Ini sangat berkesinambungan dengan kerja sinematografi dan tim artistik.
# Type of Shot / Director Shot
Sutradara juga sebagai penentu pengambilan gambar yang diinginkannya yang seperti apa agar memiliki hasil yang baik.
Berikut macam-macam tipe pengambilan gambar:
1. Extreme Wide Shot / Extreme Long Shot (ELS)
2. Wide Shot / Long Shot (LS)
3. Full Shot (FS)
4. Medium Shot (MS)
5. Close Up Shot (CU)
6. Medium Close Up Shot (MCU)
7. Extreme Close Up (ECU)
8. Group Shot (GS)
9. Cowboy Shot (CS)
Buat contoh-contohnya, kalian bisa searching di Google sendiri ya karena bakal panjang kalau dibahas sekalian di sini.
# Framing Beda Kamera dan Camera Movement
Framing pada kamera juga perlu diperhatikan saat Blocking pemain, sutradara berhak memutuskan shot mana yang ingin diambil secara spesifik dan shot mana yang perlu dipecah dengan cut to cut, ke shot berikutnya. Sedangkan Camera Movement adalah keputusan sutradara untuk memilih shot mana yang ingin diberikan Special Treatment, dan shot mana yang ingin diberikan still tanpa adanya sebuah pergerakan kamera pada subjek.
Tipe-tipenya adalah sebagai berikut:
1. Single Shot
Framing dibebaskan untuk memilih type of shot, namun memiliki keterangan subjek dalam frame yaitu 1 tokoh.
Maka jika ditulis dalam Director Shot:
MLS Iron Man – Single (Still/Follow)
MLS: Medium Long Shot. (Type of Shot-nya)
Single artinya Single Shot.
Still/Follow adalah keterangan mengenai Camera Movement yang diinginkan oleh sutradara.
2. Two Shot
Framing dibebaskan untuk memilih type of shot, namun memiliki keterangan subjek dalam frame yaitu 2 tokoh.
Maka jika ditulis dalam Director Shot:
MS Joko & Budi – Two Shot (Still/Follow)
MS Joko, Budi, Andi – Three Shot (Still/Follow)
4. Over the Shoulder Shot
Framing dibebaskan untuk memilih type of shot, namun memiliki keterangan subjek dalam frame yaitu tokoh yang sedang berbicara berada di balik bahu dari lawan bicaranya.
Maka jika ditulis dalam Director Shot:
MS Dewi – OTS (Handheld/Smooth Floating)
5. Over the Hip Shot
Framing dibebaskan untuk memilih type of shot, namun memiliki keterangan subjek dalam frame yaitu tokoh yang sedang berbicara berada di balik pinggul atau kaki lawan bicaranya. Sehingga kesan yang didapatkan tokoh berbicara pada lawannya dari sudut pandang yang berbeda (berbeda pendapat).
Maka jika ditulis dalam Director Shot:
MS Joko – On the Hip Shot (Handheld/Smooth Floating (Still)
MS Dewi (Eye Level) : POV Joko (Still)
Eye Level adalah Camera Angel yang setelah ini akan kita bahas.
# Camera Angel
Camera Angel adalah sudut pandang kamera yang ditentukan oleh sutradara dan Camera of Photography, atau Cinematographer untuk menentukan dari mana letak level kamera akan dititik pada sebuah shot.
Tipe-tipe Camera Angel:
1. Eye Level Shot
2. Low Angel Shot
3. High Angel Shot
4. Knee Level Shot
5. Ground Level Shot
7. Dutch/Crazy Angel Shot
8. Aerial Shot
9. Over Head Shot/Bird Eye View
Contohnya searching yaa, atau nanti akan saya bahas pada konten berikutnya, cek terus ya Blog saya. Kalau dibahas di sini juga bakal sangat panjang soalnya.
Paling seru saat Achmad Romie dan Satya Noveriandy sebagai Sutradara dan Asisten Sutradara mempraktekkan kinerja mereka saat syuting film di atas panggung, dibantu oleh salah seorang Mas dari Sineas Bpn dan Desti Ayu Damayanti (Putri Indonesia Kaltara 2018).
Ada tips dari Achmad Romie, yaitu saat berada di lapangan, pastikan bahwa setting lokasi termasuk lighting dan sebagainya sudah ready sebelum si tokoh utama datang, karena bisa menurunkan mood sang tokoh.
Nah setelah membahas mengenai kepenulisan cerita film dan teknik penyutradaraan, kita akan lanjut ke sound. Menurutku pada materi yang sound sedikit membosankan karena aku tidak mengerti peralatan dan ornamen-ornamen asal suara itu sendiri, ya memang setiap orang kan memiliki passion-nya masing-masing, tetapi di sini aku bisa memberikan sedikit gambaran yang berhasil ditangkap sewaktu Gading Julio membawakan materinya adalah bahwa sound pada film bermanfaat untuk meningkatkan mood pada tayangan itu sendiri.